Transpuber, dari antara bus ini yang mana sih yang sudah pernah kamu naiki?
Sebelum memilih busnya alangkah baiknya kita kenalan lagi yuk sama jenis-jenis bus kota yang ada di Jakarta!
Bus Anggota PPD
PT. PPD berdiri pada tahun 1954 dan merupakan perubahan nama dari perusahaan milik Belanda Bataviasche Verkeers Maatchappij (BVMNV). Perubahan nama ini terjadi setelah keluarnya UU Darurat No. 10 tahun 1954 tentang nasionalisasi yang mengharuskan perubahan nama dari BVMNV menjadi Perseroan Terbatas Perusahaan Pengangkutan Djakarta. Perubahan tersebut dimuat dalam akte notaris Mr. Rade Suwandi No. 76 tanggal 30 Juni 1954 dan dikukuhkan dengan akte notaris No.82 tanggal 21 Desember 1954. PT. PPD saat ini merupakan perusahaan milik pemerintah yang berada di bawah Kementerian Perhubungan.
BVMNV sendiri sebelumnya merupakan perusahaan yang mengoperasikan trem. Akan tetapi pada tanggal 28 April 1954 dilakukan konferensi lima negara yaitu Indonesia, India, Pakistan, Burma dan Sri Lanka di Kolombo, Sri Lanka. Melihat kesungguhan Indonesia untuk memelihara perdamaian dalam sepak terjang wakil-wakil Indonesia di konferensi tersebut, Australia sebagai negara tetangga memberikan bantuan kendaraan angkutan umum berbentuk bis bertenaga diesel yang disebut Lieland.
Dengan modal bis bantuan dari Australia tersebut Presiden Soekarno pada tahun 1960 mengeluarkan perintah agar armada trem BVMNV dihapuskan di Jakarta dan diganti dengan bis-bis tersebut. Meskipun PT. PPD menggunakan nama Djakarta tapi dalam operasionalnya bis-bis di bawah perusahaan tersebut juga melayani sampai ke wilayah Bogor, Tangerang dan Bekasi.
Setelah dikeluarkan PP No.32 tahun 1984 yang dikukuhkan dengan keputusan Menteri Perhubungan pada tanggal 31 Desember 1984, pemerintah melakukan penggabungan 7 unit usaha angkutan darat swasta sejenis ke dalam PPD. Penggabungan ini diberlakukan sejak tanggal 1 januari 1985. Ke-7 unit usaha angkutan swasta yang digabungkan tersebut adalah PT. Ajiwirya, PT. Djakarta Transport, PT. Medal Sekarwangi, PT. Merantama, PT. S.M.S, PT. Gamadi dan PT. Pelita Mas Jaya.
Bus Tingkat
Sekitar tahun 1980-an - 1990-an bus lapis dua (Double Decker) hadir menjadi salah satu transportasi umum Jakarta. Jumlah yang bisa mencapai dua kali lipat menjadi keunggulan bis ini dari bis biasanya. Namun, sayangnya umur bis tingkat ini tak bertahan lama.
Beberapa faktor yang menyebabkan bus tingkat ini tidak beroperasi lagi adalah tidak stabil, karena posisi beratnya tinggi. Sehingga tidak bisa melewati jalur menanjak, saat itu jalan layang di Jakarta semakin bertambah dan bis tingkat tidak bisa melewati jalur tersebut.
Selain tidak bisa melewati jalan layang, laju bus ini pun amat lambat karena bebannya yang berat. Sehingga waktu tempuh penumpang pun semakin lambat dan perkembangan zaman yang membutuhkan kecepatan dalam setiap kegaiatan tidak bisa diakomodir oleh bis ini.
Alasan lain bus tingkat dihapuskan sebagai sarana transportasi umum di ibukota adalah suku cadang yang sulit dicari dan harganya mahal. Suku cadang pun harus diimpor. Kemudian, kenyamanan bus tingkat masih di bawah standar sehingga akhirnya bus tingkat menjadi legenda transportasi ibukota.
Sejak 24 Februari 2014 Pemda DKI Jakarta kembali mengoperasikan bus tingkat untuk tujuan pariwisata. Rute bis tingkat ini dipilih yang melwati landmark kota Jakarta yatu: Shelter Bundaran Hotel Indonesia-Jalan MH Thamrin-Jalan Medan Merdeka Barat-Shleter Museum Nasional-Jalan Majapahit-Harmoni-Komplek Sekretariat Negara-Shelter ANZ Bank (Pecenongan)-Pasar Baru-Shelter Gedung Kesenian Jakarta-Lapangan Banteng-Shelter Masjid Istiqlal-Jalan Juanda-Jalan Veteran II-Jalan Medan Merdeka Utara-Shelter Istana Negara (Medan Merdeka Barat)-Indosat-Jalan Medan Merdeka Selatan-Shelter Balaikota-Jalan MH Thamrin-Shelter Sarinah-Shleter Bundaran Hotel Indonesia.
MetroMini dan Kopaja
Dua kendaraan umum yang terkenal brutal ini mau tidak mau masih menjadi pilihan masyarakat Jakarta dan sekitarnya karena tarifnya yang murah.
MetroMini pertama kalinya adalah untuk memfasilitasi transportasi di Jakarta saat berlangsungnya Pesta Olahraga Negara-Negara Berkembang atau Games of New Emerging Forces (GANEFO) pada akhir tahun 1962 yang lalu. GANEFO sendiri merupakan ajang olahraga yang diselenggarakan Soekarno sebagai tandingan olimpiade.
Presiden Soekarno memerintahkan Walikota Jakarta (saat itu belum ada gubernur), Sumarno, untuk menyediakan lebih banyak armada untuk mengangkut para atlet yang akan bertanding dari tempat mereka menginap ke tempat pertandingan.
Setelah perhelatan olah raga tersebut selesai bus-bus berwarna oranye kemerahan tersebut beredar tanpa ada manajemen. Akhirnya Walikota Henk Ngantung memerintahkan beberapa perusahaan bus seperti Arion untuk menaungi bus-bus tersebut.
Baru pada era Gubernur Ali Sadikin saat Jakarta sudah berbentuk Daerah Khusus Ibu kota (DKI) sekitar tahun 1976 dibentuk PT Metromini.
Kopaja sendiri merupakan singkatan dari Koperasi Angkutan Jakarta yang mengoperasikan bis-bis mirip Metromini tetapi berwarna hijau-putih. Kedua jenis angkutan ini menjadi bidikan Gubernur Jokowi saat masih menjabat untuk direvitalisasi. Akan tetapi sampai saat ini belum terlihat langkah nyata untuk memperbaiki kedua angkutan umum tersebut.
Nah, sudah kenal lebih dekat kan? Kalau mimin sih hampir semuanya sudah pernah dinaiki termasuk bus tingkat pada masa jayanya diawal tahun 90an lho!
Tidak ada komentar:
Posting Komentar